Saturday, January 21, 2012

Biografi WS Rendra dan Sajak Sebatang Lisong……


WS Rendra bernama asli Willibrordus Surendra Broto Rendra lahir di Solo, Jawa Tengah pada 7 November 1935. Rendra menempuh pendidikan Sastra Inggris – Universitas Gajah Mada lalu mendapat beasiswa melanjutkan studi di American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1964 – 1967).
Dikenal oleh banyak sastrawan, budayan dan seniman, karya WS Rendra disejajarkan dengan Chairil Anwar. Selain karyanya, Alm. Rendra piawai dalam membacakan sajak serta melakonkan seseorang tokoh dalam dramanya  sehingga membuatnya menjadi seorang bintang panggung yang dikenal oleh seluruh anak negeri hingga ke mancanegara. Sebagai sastrawan dan penyair ternama, ia dijuluki sebagai “Burung Merak“.
WS Rendra
WS Rendra
WS Rendra : Pahlawan Sastra
WS Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan teater. Menggubah sajak maupun membacakannya, menulis naskah drama sekaligus melakoninya sendiri, dikuasainya dengan sangat matang. Sajak, puisi, maupun drama hasil karyanya sudah melegenda di kalangan pecinta seni sastra dan teater di dalam negeri, bahkan di luar negeri.
Sejak kuliah di UGM, ia telah giat menulis cerpen dan essei di berbagai majalah seperti Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Basis, Budaya Jaya. Di kemudian hari ia juga menulis puisi dan naskah drama. Sebelum berangkat ke Amerika, ia telah banyak menulis sajak maupun drama di antaranya, kumpulan sajak Balada Orang-orang Tercinta serta Empat Kumpulan Sajak yang sangat digemari pembaca pada jaman tersebut. Bahkan salah satu drama hasil karyanya yang berjudul Orang-orang di Tikungan Jalan (1954) berhasil mendapat penghargaan/hadiah dari Departemen P & K Yogyakarta.
Sekembalinya dari Amerika pada tahun 1967, pria tinggi besar berambut gondrong dengan suara khas ini mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Memimpin Bengkel Teater, menulis naskah, menyutradarai, dan memerankannya, dilakukannya dengan sangat baik. Karya-karyanya yang berbau protes pada masa aksi para mahasiswa sangat aktif di tahun 1978, membuat pria bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra, ini pernah ditahan oleh pemerintah berkuasa saat itu. Demikian juga pementasannya, ketika itu tidak jarang dilarang dipentaskan. Seperti dramanya yang terkenal berjudul SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor dilarang untuk dipentaskan di Taman Ismail Marzuki.
Di samping karya berbau protes, Rendra  juga sering menulis karya sastra yang menyuarakan kehidupan kelas bawah seperti puisinya yang berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya. Banyak karya-karyanya yang sangat terkenal, seperti Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak.  Bahkan di antara sajak-sajaknya ada yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris seperti Rendra: Ballads and Blues: Poems oleh Oxford University Press pada tahun 1974. Demikian juga naskah drama karyanya banyak yang telah dipentaskan, seperti Oedipus Rex, Kasidah Barzanji, Perang Troya Tidak Akan Meletus, dan lain sebagainya.
Sajaknya yang berjudul Mencari Bapak, pernah dibacakannya pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke 118 Mahatma Gandhi pada tanggal 2 Oktober 1987, di depan para undangan The Gandhi Memorial International School Jakarta. Ketika itu penampilannya mendapat perhatian dan sambutan yang sangat hangat dari para undangan. Demikianlah salah satu contohnya ia secara langsung telah berjasa memperkenalkan sastra Indonesia ke mata dunia internasional.
Beberapa sajak WS Rendra adalah Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta, Blues untuk Bonnie, Empat Kumpulan Sajak, Jangan Takut Ibu, Mencari Bapak, Nyanyian Angsa, Sajak Seonggok Jagung, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api dan berbagai drama.
WS Rendra
WS Rendra
Menyinggung mengenai teori harmoni berkeseniannya, ia mengatakan bahwa mise en scene tak lebih sebagai elemen lain yang tidak bisa berdiri sendiri, dalam arti ia masih terikat oleh kepentingan harmoni dalam pertemuannya dengan elemen-elemen lain. Lebih jelasnya ia mengatakan, bahwa ia tidak memiliki kredo seni, yang ada adalah kredo kehidupan yaitu kredo yang berdasarkan filsafat keseniannya yang mengabdi kepada kebebasan, kejujuran dan harmoni.
************
Sajak Sebatang Lisong
Belum genap 1 minggu, Mbah Surip mendahului salah satu sahabatnya (WS Rendra), kini sahabatnya menyusul  dan Indonesia kembali kehilangan seorang sastrawan yang berkaliber internasional. Pada tanggal 6 Agustus 2009, Willi (panggilan dekat bagi WS Rendra) meninggal dunia di kediaman putrinya Clara Jakarta pada umur 73 tahun.
Salah satu karyanya yang sangat fenomenal bagi saya adalah syair yang dibacakan (Alm) WS Rendra pada 19 Agustus 1977 yang dipersembahkan untuk menyemangati mahasiswa ITB. Syair tersebut berisi kritik sekaligus penyemangat pergerakan mahasiswa. Syair itu diberi nama “Sajak Sebatang Lisong”.
Sajak Sebatang Lisong karya WS Rendra
Menghisap sebatang lisong
Melihat Indonesia Raya
Mendengar 130 juta rakyat
Dan di langit
Dua tiga cukong mengangkang
Berak di atas kepala mereka
Matahari terbit
Fajar tiba
Dan aku melihat delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
Aku bertanya
Tetapi pertanyaan – pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet
Dan papan tulis – papan tulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan
Delapan juta kanak – kanak
Menghadapi satu jalan panjang
Tanpa pilihan
Tanpa pepohonan
Tanpa dangau persinggahan
Tanpa ada bayangan ujungnya
Menghisap udara
Yang disemprot deodorant
Aku melihat sarjana – sarjana menganggur
Berpeluh di jalan raya
Aku melihat wanita bunting
Antri uang pensiunan
Dan di langit
Para teknokrat berkata :
Bahwa bangsa kita adalah malas
Bahwa bangsa mesti dibangun
Mesti di up-grade
Disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung – gunung menjulang
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
Protes – protes yang terpendam
Terhimpit di bawah tilam
Aku bertanya
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair – penyair salon
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan
Sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
Dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
Termangu – mangu di kaki dewi kesenian
Bunga – bunga bangsa tahun depan
Berkunang – kunang pandang matanya
Di bawah iklan berlampu neon
Berjuta – juta harapan ibu dan bapak
Menjadi gemalau suara yang kacau
Menjadi karang di bawah muka samodra
Kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing
Diktat – diktat hanya boleh memberi metode
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
Kita mesti keluar ke jalan raya
Keluar ke desa – desa
Mencatat sendiri semua gejala
Dan menghayati persoalan yang nyata
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat
Apakah artinya kesenian
Bila terpisah dari derita lingkungan
Apakah artinya berpikir
Bila terpisah dari masalah kehidupan
………………………………….
Video “Sajak Sebatang Lisong”
***********
Terima kasih telah memberi banyak kepada rakyat Indonesia. Minta maaf atas ketidakpedulian kami atas karya-karya besarmu yang sudah dilupakan.
Selamat jalan, semoga jasa dan karyamu bukan hanya dikenang, tapi menjadi sumber inspirasi bagi bangsa dan umat manusia….
Selamat jalan, semoga damai dan bahagia di sana……
ech-wan @nusantaraku [6 Agustus 2009]
Referensi : Wikipedia , dan TokohIndonesia serta Youtube
Kumpulan Sajak Pilihan WS Rendra (Perjuangan)

2 komentar:

  1. Kagum amat sama Puisinya
    sayangnya , aq baru tau puisi ini , sejak dapet tugas Bahasa Indonesia
    thx ya kak , udah di share puisinya ! jadi saya nyarinya jadi mudah
    tengkyu ~

    ReplyDelete
  2. iyah sama2 ,, sorry baru reply cz aq jarang banget ngeblog sekarang ,, hehehehee

    ReplyDelete

 

Avie's Blogspot Template by Ipietoon Cute Blog Design