Pengarang:
Kahlil Gibran
Kemarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah
ibadat dan bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang
misteri dan kesucian cinta.
Seorang lelaki setengah baya menghampiri,
tubuhnya rapuh wajahnya gelap. Sambil mengeluh dia berkata, “Cinta
telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah, aku mewarisinya dari Manusia
Pertama.”
Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar
menghampiri. Dengan suara bagai menyanyi dia berkata, “Cinta adalah
sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa
sekarang dengan generasi masa lalu dan generasi yang akan datang.’
Seorang
wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah, dia
berkata, ‘Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang menderita
di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit sampai
ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang haus.
Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu tahun
dan mati untuk selamanya.’
Seorang gadis dengan pipi kemerahan
menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, “Cinta itu laksana air
pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh
orang-orang yg kuat,? membuat mereka bangkit dalam doa di antara
bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian? di depan matahari di
siang hari.’
Setelah itu seorang lelaki menghampiri. Bajunya
hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, “Cinta
adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan
berakhir pada pangkal masa muda.’
Seorang lelaki tampan dengan
wajah bersinar dan dengan bahagia berkata, ‘Cinta adalah pengetahuan
syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia menunjukkan segala sesuatu kepada
kita seperti para dewa melihatnya.’
Seorang bermata buta
menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dan dia
kemudian berkata sambil menangis, ‘Cinta adalah kabus tebal yang
menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya hanya melihat
hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli terhadap
suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah.’
Seorang
pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi, ‘Cinta
adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka dan
mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia
bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau.
Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran
dan kesedaran.’
Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya
bengkok bagai potongan-potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar,
dia berkata, “Cinta adalah istirahat panjang bagi raga di dalam
kesunyian makam, kedamaian bagi jiwa dalam kedalaman keabadian.?
Seorang
anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia
berkata, “Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku
yang mengerti tentang cinta.”
Waktu terus berjalan. Manusia
terus-menerus melewati rumah ibadat. Masing-masing mempunyai
pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua menyatakan
harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri kehidupannya.
Saturday, January 21, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment